Selamat Datang di situs HIMPAUDI JATIM. - wadahe Pendidik PAUD 'wong-wong' Jawa Timur

Rabu, 12 Desember 2012

Siapakah Kita?

Ada Banyak keluhan, kekesalan, kemarahan dan juga ternyata ada Kebencian. ada yang bertanya di mana? saya jawab disini, di dalam diri kita sendiri. Aneh ya.... tapi itulah kita, kadang kita jarang untuk menyadari bahwa dalam diri kita ini ada banyak potensi kejahatan dan juga kebaikan. kita yang kemana-mana selalu membawa kotoran kita sendiri selalu merasa bahwa kita suci dan bersih. 

Saudara, tidak ada maksud untuk menggurui apalagi menasehati tapi sekedar ingin menginggatkan sesama saudara, bahwa ada banyak hal yang harus kita utamakan dan prioritaskan dalam kehidupan ini daripada hanya sekedar menurusi hal-hal yang remeh temeh yang sebetulnya itu masih tidak jelas manfaatnya tapi sudah nampak mudhorotnya. 
Ayo lakukan tugas utama kita sebagai seorang pendidik yang berkarakter, yang berjiwa besar untuk bisa dan siap menghadapi semua masalah dan rintangan dengan arif dan bijaksana.

Hari ini terlalu indah untuk di lewati dan di lalui, janganlah terkotori dengan hal-hal yang sia-sia. Selamat berjuang.....

By : Fir ^_^

Minggu, 27 Mei 2012

Kurikulum untuk Anak Usia Dini

Anak-anak usia dini hidup dalam dunia bermain. Meskipun demikian,tak ada salahnya jika orang tua
memiliki rancangan bahan atau materi untuk mengisi hari-hari mereka. Hal yang pasti, kurikulum untuk
anak usia dini haruslah sangat fleksibel, sesuai dengan kemampuan dan minat anak.

Kelas-kelas prasekolah seperti Play Group (PG) atau Taman Kanak-Kanak (TK) pasti memiliki
kurikulum dan target-target, namun karena tuntutan aturan formal, mau tidak mau guru akan menilai
perkembangan anak secara kasar, berdasarkan akumulasi kemampuan yang dikuasai anak selama
kurun waktu tertentu. Jelas penilaian itu tidak valid, karena ketika guru memasuki kurikulum
mewarnai misalnya, beberapa anak mungkin belum siap dengan fase itu. Mereka mungkin menolak
untuk melakukannya atau hanya membubuhkan satu coretan pendek di kertasnya, karena dia memang
belum berminat.

Di sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan. Tak peduli apakah anak-anak masuk TK ataupun
tidak, tugas orang tua-lah untuk memahami anak-anaknya dengan baik, sehingga tahu kapan
harus memperkenalkan sebuah keterampilan, kapan harus menundanya, kapan harus memacunya lebih
kencang, dan bagaimana membuat anak menjadi tertarik untuk mempelajari sesuatu tanpa harus dipaksa oleh
waktu dan penilaian pihak lain.

Pendidikan sungguh jauh melampaui batas-batas nilai kuantitatif seperti diterapkan di sekolah.
Pendidikan adalah rangkaian proses belajar untuk menjadi manusia yang terus tumbuh, baik secara fisik,
mental, maupun spiritual.

Menyusun kurikulum untuk anak usia dini berarti siap mengikuti irama mereka dan siap untuk
melangkah lebih jauh saat mereka berminat untuk tahu lebih banyak. Ketika anak-anak diperkenalkan
tentang kuda misalnya, bisa jadi rasa ingin tahu mereka berkembang, ingin tahu tentang makanannya,
di mana tidurnya, dan mungkin ingin mencoba menaikinya dan mengoleksi gambar-gambarnya.

Adapun secara terstruktur, ada banyak model kurikulum anak usia dini yang telah dikembangkan di dunia.
Kurikulum Montessori adalah salah satu di antaranya. Model ini cocok bagi mereka yang senang
dengan keteraturan dan mengharapkan anak-anak juga bersikap teratur dan runut. Sebuah buku berjudul
Montessori untuk Prasekolah yang disusun oleh seorang praktisi kurikulum Montessori bernama
Elizabeth G. Hainstock dan diterbitkan edisi terjemahannya oleh penerbit Delapratasa Publishing,
bisa menjadi pilihan untuk mengetahui lebih detail kegiatan-kegiatan ala Montessori.

Melalui buku tersebut akan kita temukan bahwa model Montessori lebih banyak mempergunakan
perabotan rumah tangga sebagai media dan mempergunakan kegiatan rutin sehari-hari di rumah
sebagai aktivitas belajar.

Temuan tentang multi kecerdasan oleh Howard Gardner juga bisa menginspirasi kita untuk
menyusun kurikulum. Delapan bahkan sembilan jenis kecerdasan versi Gardner, yaitu: kecerdasan bahasa,
logika-matematika, visual-spasial, fisik, interpersonal, intrapersonal, musikal, natural, dan spiritual bisa
dijadikan acuan untuk memilih ragam kegiatan belajar-bermain di rumah.

Buku yang ditulis Thomas Amstrong berjudul Sekolah Para Juara mencoba menjabarkan konsep
multi kecerdasan tersebut dalam konteks sekolah formal untuk anak-anak yang lebih besar.
Namun bukan tidak mungkin hal itu bisa menginspirasi para orang tua yang memiliki anak usia
dini untuk menerapkan jalan pikiran  Amstrong ke dalam konteks belajar anak usia dini di rumah.

Kurikulum berdasarkan Perkembangan Anak
Perkembangan anak secara umum ternyata bisa diukur dengan beberapa ukuran berikut: perkembangan
 fisik motorik, perkembangan kognitif, perkembangan moral & sosial, emosional, dan komunikasi
(Slamet Suyanto, Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini:192. Penerbit: Hikayat Publishing. Yogyakarta)

Kita bisa menciptakan kurikulum dengan mengacu pada teori tersebut. Berikut gambaran kasar kurikulum yang mungkin diterapkan:

Perkembangan fisik motorik
- Motorik Kasar: Berlari, memanjat, menendang bola, menangkap
bola, bermain lompat tali, berjalan pada titian keseimbangan, dll.

- Motorik Halus: Mewarnai pola, makan dengan sendok, mengancingkan baju, menarik resluiting, menggunting pola,menyisir rambut, mengikat tali sepatu, menjahit dengan alat jahit tiruan, dll.

- Organ Sensoris:Membedakan berbagai macam rasa, mengenali berbagai macam bau, mengenali berbagai macam warna benda, mengenali berbagai benda dari ciri-ciri fisiknya, mampu membedakan berbagai macam bentuk, dll.

Perkembangan Kognitif
Misalnya: mengenal nama-nama warna,mengenal nama bagian-bagian tubuh, mengenal nama anggota keluarga,mampu membandingkan dua objek atau lebih, menghitung, menata, mengurutkan; mengetahui nama-nama hari dan bulan; mengetahui perbedaan waktu pagi, siang, atau malam; mengetahui perbedaan kecepatan (lambat dan cepat); mengetahui perbedaan tinggi dan rendah, besar dan kecil, panjang dan pendek; mengenal nama-nama huruf alfabet atau membaca kata; memahami kuantitas benda, dll.

Perkembangan Moral dan sosial
Misalnya: Mengetahui sopan santun, mengetahui aturan-aturan dalam keluarga atau sekolah jika ia bersekolah, mampu bermain dan berkomunikasi bersama teman-teman, mampu bergantian atau antre, dll.

Perkembangan Emosional
Misalnya: Menunjukkan rasa sayang pada teman, orang tua, dan saudaranya; menunjukkan rasa empati; mengetahui simbol-simbol emosi: sedih, gembira, atau marah dan mampu mengontrol emosinya sesuai kondisi yang tepat.

Perkembangan Komunikasi (Berbahasa)
Misalnya: Mampu mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata,mampu melafalkan kata-kata dengan jelas (bisa dimengerti oleh orang lain).

Begitu beragam model kurikulum yang ada. Mau pilih yang mana? Mengumpulkan sebanyak mungkin sumber dan memilahnya sesuai kekhasan keluarga masing-masing adalah cara paling baik agar kita memiliki bahan yang lebih kaya untuk anak-anak kita.

Salam Pendidikan!